5 Perspektif Anak Rumahan Terhadap Anak Kos. Sebuah Kesaksian
Mendengar kata anak kos, yang terlintas dalam pikiran saya adalah ‘Kemandirian’. Yah! menjadi anak kos jauh dari orangtua dan sanakkeluarga memang dituntut harus mandiri dan kreatif.
Sebagai anak rumahan ‘yang tidak mempunyai kesempatan kos jauh dari orangtua atau keluarga’, saya justru banyak menemukan pelajaran berharga dari teman-teman saya yang ngekos, terutama mereka yang merantau di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, maupun Yogyakarta. Bahkan dari cerita teman-teman yang ngekos itu, saya bisa langsung menilai seseorang dari pengalaman hidupnya.
Setidaknya ada 5 hal yang saya kagumi, iri, atau bahkan kasiani pada teman-teman yang berjuang dalam kata ‘kos’. Yah meskipun saya juga pernah mengalami rasanya nge-kos meski hanya sebulan. Hehehe.
SEORANG YANG TERLATIH MANDIRI
Seperti yang saya bilang di atas, menjadi anak kos memang dituntut harus mandiri alias mandi sendiri! Lho? Bukan ya! Heheh baiklah. Coba lihat mulai dari bangun tidur, sarapan, melakukan aktivitas (kuliah maupun bekerja), pulang, cari makan untuk malam, tidur hingga bangun lagi apa-apa sendiri. Hanya diri sendiri yang dituntut melakukan itu semua. Kurang mandiri apa coba?
PERHATIAN DAN PEDULI SAMA HAL DETAIL
Terkadang, karena saking lamanya apa-apa sudah tersedia atau dilayani oleh ibu saya yang baiknya kebangetan, maka aka suatu saat yang mengharuskan saya nge-kos, ternyata ada hal-hal yang terlewatkan begitu saja. Namun bagi anak kos, tidak ada hal yang terlewatkan, karena hal detail tidak pernah luput dari kebutuhannya. Seperti saat hendak mencuci pakaian, saya sama sekali tidak mengerti apa saja list daftar hal yang harus dibeli, tapi anak kos bisa detail sekali soal belanja, seperti ia harus beli deterjen, gantungan baju atau hal-hal untuk menjaga kebersihan kamar, seperti pentingnya beli sapu, tong sampah, maupun keset. Hal demikian tidak dialami oleh pertama anak rumahan, karena semuanya sudah disediakan mama. Kedua mereka yang nge-kos satu paket dengan jasa laundry dan kebersihan kamar.
CERDIK DAN SUPER HEMAT
Anak kos saking mandirinya, bisa disebut sebagai traveler kuliner terbaik dan ibu rumah tangga yang terbaik. Kenapa? Anak kos, paling tahu semua tempat makan di sekelilingnya yang enak dan murah itu dimana. Serta ketelitian dalam perbandingan harga kebutuhan anak kos, mana yang mahal, mana yang murah. Karena dituntut mandiri tadi, anak kos tentu akan memilih makan dan beli barang yang lebih murah, sebab harus memikirkan keperluan lainnya yang lebih urgen.
Selain itu, jika ada momen hajatan entah tetangga, teman kuliah, atau kantor. Anak kos pasti selalu memanfatkan hal ini semaksimal mungkin. Sebab ini adalah momen perbaikan gizi bagi anak kos. Bahkan Kalau bisa dibungkus, dibungkus deh buat makan besok pagi.
MEREKA ITU TAHAN BANTING
Duh, untuk yang satu ini terkadang saya suka kasian kalau melihat teman kos saya sakit. Karena mereka apa-apa harus sendiri, disaat sakit pun harus tahan banting kala malam demamnya tinggi atau sakit kepala mendadak menyerang tiba-tiba. Di ajak ke dokter pun, terkadang ada beberapa pertimbangan. “Gak usah lah, minum obat warung aja nanti juga hilang sakitnya”. Benar-benar tahan banting banget! Anak kos sejati, kalau nggak sakit banget, dia nggak bakal minta bantuan tetangga kosnya atauteman kantor/kuliahnya untuk di bawa ke dokter.
ANAK KOS ITU BEBAS
Tidak semua hal yang dialami anak rumahan itu terasa enak di mata anak kos. Ada kalanya kita (anak rumahan) merasa iri dengan apa yang dialami anak kos, yakni kebebasan. Apalagi sekarang menjamur kos-kosan yang bebas. Yah minimal kalau pulang malam, kalian sudah dibekalkan kunci cadangan bukan?
Sementara kita sebagai anak rumahan? Tidak bisa sembarangan pulang malam, ada orangtua yang siap meluncurkan segudang pertanyaan. Ada aturan harus bangun pagi, ada suara-suara konser tunggal dari emak tercinta dikala kita mau bangun siang, atau telat pulang. Kamar anak kos mau berantakan, nggak ada yang ngomelin. Begitupula urusan pemakaian listrik, kamu bebas mau hidupin kipas siang malam, asalkan tidak ketahuan ibu kos. Dan kalau kalian bawa barang elektronik melebihi batas pemakaian, paling paling kena chas tak lebih 100 ribu.
Tidak ada suara anak kecil (adik atau keponakan), atau suara emak bapak yang menggangu istirahat atau tugas numpuk kita yang membutuhkan konsentrasi. Bagi anak rumahan, kebebasan kami tercipta saat kita berhasil ‘bernegosiasi’ pada pemilik rumah (orangtua/saudara misalnya). Saat itu baru mereka mengerti bahwa kita sedang sibuk, ingin pulang malam, dan tidak mau diganggu. Anak kos, kalian punya kelebihan yang tidak kami punya, manfaatkanlah sebaik-baiknya, seluas-luasnya.
Sebagai anak rumahan ‘yang tidak mempunyai kesempatan kos jauh dari orangtua atau keluarga’, saya justru banyak menemukan pelajaran berharga dari teman-teman saya yang ngekos, terutama mereka yang merantau di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, maupun Yogyakarta. Bahkan dari cerita teman-teman yang ngekos itu, saya bisa langsung menilai seseorang dari pengalaman hidupnya.
Bagi saya, anak kos punya poin lebih dibandingkan sekedar anak rumahan.
Setidaknya ada 5 hal yang saya kagumi, iri, atau bahkan kasiani pada teman-teman yang berjuang dalam kata ‘kos’. Yah meskipun saya juga pernah mengalami rasanya nge-kos meski hanya sebulan. Hehehe.
SEORANG YANG TERLATIH MANDIRI
Seperti yang saya bilang di atas, menjadi anak kos memang dituntut harus mandiri alias mandi sendiri! Lho? Bukan ya! Heheh baiklah. Coba lihat mulai dari bangun tidur, sarapan, melakukan aktivitas (kuliah maupun bekerja), pulang, cari makan untuk malam, tidur hingga bangun lagi apa-apa sendiri. Hanya diri sendiri yang dituntut melakukan itu semua. Kurang mandiri apa coba?
PERHATIAN DAN PEDULI SAMA HAL DETAIL
Terkadang, karena saking lamanya apa-apa sudah tersedia atau dilayani oleh ibu saya yang baiknya kebangetan, maka aka suatu saat yang mengharuskan saya nge-kos, ternyata ada hal-hal yang terlewatkan begitu saja. Namun bagi anak kos, tidak ada hal yang terlewatkan, karena hal detail tidak pernah luput dari kebutuhannya. Seperti saat hendak mencuci pakaian, saya sama sekali tidak mengerti apa saja list daftar hal yang harus dibeli, tapi anak kos bisa detail sekali soal belanja, seperti ia harus beli deterjen, gantungan baju atau hal-hal untuk menjaga kebersihan kamar, seperti pentingnya beli sapu, tong sampah, maupun keset. Hal demikian tidak dialami oleh pertama anak rumahan, karena semuanya sudah disediakan mama. Kedua mereka yang nge-kos satu paket dengan jasa laundry dan kebersihan kamar.
CERDIK DAN SUPER HEMAT
Anak kos saking mandirinya, bisa disebut sebagai traveler kuliner terbaik dan ibu rumah tangga yang terbaik. Kenapa? Anak kos, paling tahu semua tempat makan di sekelilingnya yang enak dan murah itu dimana. Serta ketelitian dalam perbandingan harga kebutuhan anak kos, mana yang mahal, mana yang murah. Karena dituntut mandiri tadi, anak kos tentu akan memilih makan dan beli barang yang lebih murah, sebab harus memikirkan keperluan lainnya yang lebih urgen.
Tidak jarang pula, saat tanggal tua, saya suka mengajak teman (anak kos) untuk merekomendasikan tempat makan yang murmer (murah meriah), sebab dalam hal ini anak kos telah teruji referensinya.
Selain itu, jika ada momen hajatan entah tetangga, teman kuliah, atau kantor. Anak kos pasti selalu memanfatkan hal ini semaksimal mungkin. Sebab ini adalah momen perbaikan gizi bagi anak kos. Bahkan Kalau bisa dibungkus, dibungkus deh buat makan besok pagi.
MEREKA ITU TAHAN BANTING
Duh, untuk yang satu ini terkadang saya suka kasian kalau melihat teman kos saya sakit. Karena mereka apa-apa harus sendiri, disaat sakit pun harus tahan banting kala malam demamnya tinggi atau sakit kepala mendadak menyerang tiba-tiba. Di ajak ke dokter pun, terkadang ada beberapa pertimbangan. “Gak usah lah, minum obat warung aja nanti juga hilang sakitnya”. Benar-benar tahan banting banget! Anak kos sejati, kalau nggak sakit banget, dia nggak bakal minta bantuan tetangga kosnya atauteman kantor/kuliahnya untuk di bawa ke dokter.
ANAK KOS ITU BEBAS
Tidak semua hal yang dialami anak rumahan itu terasa enak di mata anak kos. Ada kalanya kita (anak rumahan) merasa iri dengan apa yang dialami anak kos, yakni kebebasan. Apalagi sekarang menjamur kos-kosan yang bebas. Yah minimal kalau pulang malam, kalian sudah dibekalkan kunci cadangan bukan?
Sementara kita sebagai anak rumahan? Tidak bisa sembarangan pulang malam, ada orangtua yang siap meluncurkan segudang pertanyaan. Ada aturan harus bangun pagi, ada suara-suara konser tunggal dari emak tercinta dikala kita mau bangun siang, atau telat pulang. Kamar anak kos mau berantakan, nggak ada yang ngomelin. Begitupula urusan pemakaian listrik, kamu bebas mau hidupin kipas siang malam, asalkan tidak ketahuan ibu kos. Dan kalau kalian bawa barang elektronik melebihi batas pemakaian, paling paling kena chas tak lebih 100 ribu.
Kebebasan juga sangat dirasakan saat masuk kamar lalu kunci pintu. Serasa semua milik kalian. Bebas tidak ada yang menggangu.
Tidak ada suara anak kecil (adik atau keponakan), atau suara emak bapak yang menggangu istirahat atau tugas numpuk kita yang membutuhkan konsentrasi. Bagi anak rumahan, kebebasan kami tercipta saat kita berhasil ‘bernegosiasi’ pada pemilik rumah (orangtua/saudara misalnya). Saat itu baru mereka mengerti bahwa kita sedang sibuk, ingin pulang malam, dan tidak mau diganggu. Anak kos, kalian punya kelebihan yang tidak kami punya, manfaatkanlah sebaik-baiknya, seluas-luasnya.
Posting Komentar untuk "5 Perspektif Anak Rumahan Terhadap Anak Kos. Sebuah Kesaksian"