Keuntungan Hidup Nomaden Ala Anak Kos
Hidup Nomaden Ala Anak Kos - Diakibatkan oleh berbagai alasan tetek-bengeklah anak kos kemudian memilih hijrah (saya terpaksa menggunakan hijrah karena anak kos selalu membutuhkan suasana baru, rasa ingin terhadap tahu (dan tempe) yang tinggi dan ketenangan batin, saya tidak menggunakan kata move on, karena kata itu telah diagungkan oleh sekelompok webset nghits) dari satu tempat ke tempat yang lain.
Anak kos memiliki kesadaran nomaden yang tinggi
Berdasarkan hal remeh dan terkesan ecek-ecek itu memunculkan persepsi bahwa anak kos lah yang memiliki kesadaran nomaden yang tinggi dibanding dengan masyarakat lain. Meskipun, ada banyak kelompok masyarakat yang bisa nomaden. Tapi you know lah.
Coba perhatikan mereka yang setiap perjalanan, tinggal memesan hotel dan cheks in, hal itu mudah dilakukan dan tak sulit untuk melalukan transaksi, serta beberapa masyarakat perantau yang terkadang telah ada yang siap menerimanya. Berbeda dengan anak kos. Mereka harus jeli dan khidmat dalam menentukan kebijakan atas dirinya. Sebab jika tidak, hanya akan menemukan kerugian besar di pertengahan bulan atau pertengahan tahun.
Belum sampai sebulan ngekos kita sudah dihadapkan pada tagihan bulan berikutnya. Bisa dipikirkan bagaimana nasib uang yang sudah terlanjur dibayarkan, padahal niatnya adalah ngekos selama satu bulan ‘sebagai minimal percobaan”.
Berdasarkan kejadian diatas sepertinya hanya anak kost lah yang punya ikhtisar untuk nomaden. Mereka punya daya untuk menaklukkan hal baru pun dengan kos baru, gak betahan euy. Proses pencarian tersebut hanya bisa dilakukan dengan cara hidup nomaden.
Nomaden Membuat anak kost semakin banyak tahu hal baru
Dengan hidup nomaden kita bisa berbagai khazanah kos-kosan hingga peradaban kontrakan yang nyaris jauh dari tak mungkin jika tak berantakan. Maka bukan kos-kosan, jika tak terbengkalai, penuh sampah dan penuh keramaian, maka bukan kontrakan (kosan bersama) jika tak berantakan. Bayangkan, laptop di dapur, penggorengan di meja tamu, dan seabrek sifat jaiz bagi anak kos lainnya.
Dengan nomaden, kamu akan merasakan taste kota perantauan
Berada di tanah rantau, jika tidak ngekos rasanya kurang menemukan tastenya. jika kita belum pernah melakukan ritual nomaden ngekos kita belum kaffah. Minimal harus pindah dari satu tempat ke tempat lain yang bisa ditempuh minimalnya satu kilo meter, sehingga dengan seperti itu kamu dapat menikmati perbedaan aroma (kemungkinan besar juga harga listriknya). Dari pengalaman seperti itulah yang akan mengajarkan kamu untuk segera membuka kos-kosan juga.
Ngekos, tidak nomaden. Hanya akan menjadi bulan-bulanan ibu kos. Maksudnya ibu kos hanya akan selalu menanyakaimu yang tidak pindah-pindah, karena sudah terlampau hafal (mungkin juga muak’s) mengapa bayarannya telat melulu. Tagihan listrik nunggak bukan hanya sebulan dua bulan, tapi sudah berbulan-bulan. Nah, dengan cara nomaden, kamu bisa merasakan perbedaan punya bu kos dan tidak.
Nomaden, melatih kapasitas menawar harga kos-kosan
Penulis saat menulis ini masih melakukan ritual nomaden. Dengan cara seperti itu, saya dapat berjumpa dengan orang-orang baru. Minimal untuk sekedar bertanya, di daerah sini yang menerima kosan dimana ya, pak, atau bu. Kemudian di jelaskan. Bertanya lagi tempatnya, merunutnya berdasarkan harganya, disesuaikan dengan budgetnya dan disesuaikan dengan kampus atau tempat kerja. Kira-kira cocok atau tidak. [Baca: macam-macam jenis kos-kosan]
Serta menanyakan/menawar harga bulanannya, menanyakan listriknya, kalau bawa-bawa boleh atau tidak, semacam bawa mahluk halus kulitnya dan lembut sentuhannya. Terus kalau bawa AC, TV gimana?
Terus tanya kamar mandinya apakah seperti toilet umum atau tidak?. Kebayangkan kalau kamar mandinya kayak toilet umum, mandi pagi dua ribu, tambah BAB juga dua ribu ditambah BAK (Buang Air Kecil) seribu saja dech. Pagi saja sudah lima ribu. Bisa saya pastikan kau hanya mandi sekali dalam sehari. Takkan lebih. Namun jika dari sore sampai malam kamu terpaksa BAB dan sialnya ketika BAB pasti ikut BAK-ikutan. Maka udah tiga ribu dech!!! Silahkan kalkulator hidup lho. Biar sehat!!!
Anak kos memiliki kesadaran nomaden yang tinggi
Berdasarkan hal remeh dan terkesan ecek-ecek itu memunculkan persepsi bahwa anak kos lah yang memiliki kesadaran nomaden yang tinggi dibanding dengan masyarakat lain. Meskipun, ada banyak kelompok masyarakat yang bisa nomaden. Tapi you know lah.
Coba perhatikan mereka yang setiap perjalanan, tinggal memesan hotel dan cheks in, hal itu mudah dilakukan dan tak sulit untuk melalukan transaksi, serta beberapa masyarakat perantau yang terkadang telah ada yang siap menerimanya. Berbeda dengan anak kos. Mereka harus jeli dan khidmat dalam menentukan kebijakan atas dirinya. Sebab jika tidak, hanya akan menemukan kerugian besar di pertengahan bulan atau pertengahan tahun.
Belum sampai sebulan ngekos kita sudah dihadapkan pada tagihan bulan berikutnya. Bisa dipikirkan bagaimana nasib uang yang sudah terlanjur dibayarkan, padahal niatnya adalah ngekos selama satu bulan ‘sebagai minimal percobaan”.
Berdasarkan kejadian diatas sepertinya hanya anak kost lah yang punya ikhtisar untuk nomaden. Mereka punya daya untuk menaklukkan hal baru pun dengan kos baru, gak betahan euy. Proses pencarian tersebut hanya bisa dilakukan dengan cara hidup nomaden.
Nomaden Membuat anak kost semakin banyak tahu hal baru
Dengan hidup nomaden kita bisa berbagai khazanah kos-kosan hingga peradaban kontrakan yang nyaris jauh dari tak mungkin jika tak berantakan. Maka bukan kos-kosan, jika tak terbengkalai, penuh sampah dan penuh keramaian, maka bukan kontrakan (kosan bersama) jika tak berantakan. Bayangkan, laptop di dapur, penggorengan di meja tamu, dan seabrek sifat jaiz bagi anak kos lainnya.
Dengan nomaden, kamu akan merasakan taste kota perantauan
Berada di tanah rantau, jika tidak ngekos rasanya kurang menemukan tastenya. jika kita belum pernah melakukan ritual nomaden ngekos kita belum kaffah. Minimal harus pindah dari satu tempat ke tempat lain yang bisa ditempuh minimalnya satu kilo meter, sehingga dengan seperti itu kamu dapat menikmati perbedaan aroma (kemungkinan besar juga harga listriknya). Dari pengalaman seperti itulah yang akan mengajarkan kamu untuk segera membuka kos-kosan juga.
Ngekos, tidak nomaden. Hanya akan menjadi bulan-bulanan ibu kos. Maksudnya ibu kos hanya akan selalu menanyakaimu yang tidak pindah-pindah, karena sudah terlampau hafal (mungkin juga muak’s) mengapa bayarannya telat melulu. Tagihan listrik nunggak bukan hanya sebulan dua bulan, tapi sudah berbulan-bulan. Nah, dengan cara nomaden, kamu bisa merasakan perbedaan punya bu kos dan tidak.
Nomaden, melatih kapasitas menawar harga kos-kosan
Penulis saat menulis ini masih melakukan ritual nomaden. Dengan cara seperti itu, saya dapat berjumpa dengan orang-orang baru. Minimal untuk sekedar bertanya, di daerah sini yang menerima kosan dimana ya, pak, atau bu. Kemudian di jelaskan. Bertanya lagi tempatnya, merunutnya berdasarkan harganya, disesuaikan dengan budgetnya dan disesuaikan dengan kampus atau tempat kerja. Kira-kira cocok atau tidak. [Baca: macam-macam jenis kos-kosan]
Serta menanyakan/menawar harga bulanannya, menanyakan listriknya, kalau bawa-bawa boleh atau tidak, semacam bawa mahluk halus kulitnya dan lembut sentuhannya. Terus kalau bawa AC, TV gimana?
Terus tanya kamar mandinya apakah seperti toilet umum atau tidak?. Kebayangkan kalau kamar mandinya kayak toilet umum, mandi pagi dua ribu, tambah BAB juga dua ribu ditambah BAK (Buang Air Kecil) seribu saja dech. Pagi saja sudah lima ribu. Bisa saya pastikan kau hanya mandi sekali dalam sehari. Takkan lebih. Namun jika dari sore sampai malam kamu terpaksa BAB dan sialnya ketika BAB pasti ikut BAK-ikutan. Maka udah tiga ribu dech!!! Silahkan kalkulator hidup lho. Biar sehat!!!