Pengertian Klitih, Teror dan Kebrutalan Remaja
Analisa mengenai fenomena klitih dan mengapa saat ini semakin brutal serta terjadinya banyak korban yang tidak bersalah menjadi sorotan sekaligus keresahan masyakarat.
Pengertian Klitih yang secara bahasa berarti “cari angin” secara istilah berarti tindakan mencegat seseorang atau kelompok tertentu dengan maksud penyampaian pesan politis yang jelas tanpa adanya kepentingan ekonomis
Tindakan- tindakan mencegat orang dijalan, mengambil seragam, meminta kartu pelajar, secara efektif menyampaikan pesan politik dari suatu pihak ke pihak lainnya... meskipun terkadang ada unsur ekonomi(ngompasi 5 ewu) namun faktor tersebut tdk pernah menjadi faktor dominan
Namun secara eksekutif perilaku klitih/ geng2an pelajar secara umum masih menjadi domain sekolah- sekolah yang dekat dengan pusat kota yogyakarta dimana budaya geng2an peninggalan jaman orde baru ini berasal pada awalnya.
Kejayaan perklitihan bisa dikatakan mencapai puncaknya pada era awal munculnya facebook. Adanya medsos memungkinkan pertukaran pesan yang lebih intens sehingga potensi pergesekan semakin besar
Di awal tahun 2010an pulang sekolah menggunakan seragam sma tertentu menjadi ketakutan tersendiri bagi siswa2 sma jogja.. apalagi jika melewati daerah hotspot spt kridosono, bunderan UGM, jalan kusumanegara, dll
Di akhir 2000an hingga awal 2010an inilah gaya hidup geng2an mulai menyebar ke daerah2 Sub- Urban seperti Sewon, Banguntapan, Kalasan, Prambanan, Piyungan, dll (kecuali Depok yang sudah menjadi pemain lama di dunia ini sejak awal tahun 2000an)
Budiman Bakul Angkringan
Awal tahun 2010an ini juga ditandai dengan banyaknya event2 kompetisi antar SMA seperti DBL, PAF, dll yang memberikan ruang untuk gaya hidup geng2an ini semakin melambung tinggi
Akhir 2000an hingga awal dekade 2010an adalah era yang brutal bagi siswa SMP SMA jogja.. hampir setiap hari kita menemui anak sekolah mubeng2 mencari musuh, ngedrop sekolah lain hingga mencegat orang dijalan yang kemudian kembali mempopulerkan istilah klitih
Alhasil memuncaknya gaya hidup klitih/ gengster di kalangan siswa di Jogja ini harus ditandai dengan jatuhnya korban jiwa.
Meninggalnya alumni salahsatu SMA di Jogja yang menjadi korban klitih di daerah Kotabaru Yogyakarta menjadi titik balik yang membuat kepolisian dan dinas pendidikan tidak lagi menutup mata terhadap fenomena klitih di Yogyakarta
Berbagai kebijakan penanggulangan coba dilakukan oleh dinas pendidikan salahsatunya adalah dengan menyeragamkan badge sekolah menjadi “pelajar kota yogya” dan mengganti seragam khusus masing2 sekolah di hari Jumat menjadi seragam batik
Penyuluhan mulai diberikan ke sekolah2 di kota Jogja tentang bahaya geng2an.. tindakan keras dari skorsing hingga dikeluarkan dari sekolah banyak diberikan pada siswa2 yang terbukti terlibat dalam dunia geng2an..
Kejadian yang dimaksud menjadi puncak sekaligus titik balik dunia perklitihan pelajar kota Yogya
Meskipun berbagai kebijakan penanggulangan sudah diterapkan, kondisi “puncak” dunia perklitihan Jogja masih terus bertahan setidaknya hingga angkatan 2013.
Alasannya karena mereka adalah generasi terakhir kader langsung dari pelaku geng2an pra- kasus Theofilus (Angkatan 2011 kebawah) sehingga pengkaderan masih sangat kuat..
Setelah angkatan 2013 kebawah sistem pengkaderan SMA di kota Yogya semakin memudar.. ditambah lagi dengan “bubar/ mati surinya” nya geng pemain lama di Yogya seperti GANZA (bubar di angkatan 2012) dan GnB (di angkatan 2013) membuat rantai pengkaderan ini semakin lemah..
Sepinya lawan tanding di jalanan ditambah lagi dengan beberapa korban jiwa yang timbul pada tahun2 berikutnya yang membuat polisi dan pihak sekolah semakin keras membuat gaya hidup geng2an jalanan tidak lagi “worth it “ bagi siswa2 kota yogya sekarang..
Namun meskipun tren geng2an mulai memudar di kalangan siswa perkotaan, tren tersebut terlanjur diambil oleh sekolah sekolah sub urban yang masih mencari akses aktualisasi diri.
Sekolah- sekolah di Pleret, Piyungan, Prambanan, Cangkringan, mengambil alih gaya hidup yang sudah mulai ditinggalkan siswa perkotaan dan dimodifikasi dengan cara dan kebutuhan mereka sendiri.
Disinilah yang kemudian menimbulkan pergeseran nilai- nilai klitih itu sendiri.. kualitas SDM pelaku klitih terdahulu secara umum lebih dewasa dan lebih memiliki intelejensi sosial ketimbang pelaku klitih masa kini...
Gampangane ngene... bayangno mbiyen cah geng2an klitih ki cah Muhi, Muha seng saiki tumpakane Mobil anake wong sugih.. saiki cah klitih ki isine gondes2 pleret po Godean nek ra yo cah SMK.. wes mudeng to maksudku...
Secara kedudukan sosial maupun ekonomi pelaku klitih terdahulu yang didominasi kelas menengah perkotaan jauh lebih mapan ketimbang sekarang yang didominasi kaum low- end sub- urban.. sehingga potensi terjadinya perilaku yang diluar batas jauh lebih kecil
Mengapa potensinya lebih kecil? alasannya simple: They have too much to lose.. terlalu banyak yang dipertaruhkan.. anak2 dulu masih mikir tentang masa depan pendidikan mereka, nama baik orangtua, hingga resiko sosial yang dapat hilang apabila terlibat dalam perilaku klitih...
Jaman mbiyen wong meh mbacok mikir.. nek kecekel polisi ditokke sekolah raiso kuliah raiso kerjo.. wedi diseneni wong tuo.. bedo karo cah jaman saiki yang pada dasarnya mereka memang tidak memiliki apa2 pada mulanya...
Ditambah lagi dengan banyaknya pelaku klitih sekarang yang berasal dari ekonomi menengah kebawah sehingga kepentingan ekonomi menjadi salahsatu faktor yang menggiurkan.. lumayan to klitih bali iso nggowo duit 200ewunan soko duit rampasan..
Maka tidak heran apabila sekarang kerugian ekonomi yang disebabkan perilaku klitih jauh lebih besar ketimbang dahulu.. perampasan hape maupun kendaraan adalah sesuatu yang hampir mustahil dilakukan pelaku klitih dahulu
Fenomena lain yang cukup unik dan menjadi salahsatu penyebab klitih semakin brutal adalah banyaknya orang- orang luar (wong njobo) yang bukan siswa sekolah tertentu namun ikut2an nongkrong dan menjadi bagian dari sebuah geng sekolah tersebut...
Wong njobo biasanya diajak nongkrong oleh salahsatu anggota dari geng sekolah tersebut untuk nongkrong bersama teman2nya satu geng sekolah.. yang berbahaya adalah apabila orang ini ikut serta melakukan tindakan klitih dibawah nama geng tersebut..
Bayangkan saja apabila ada si Bolot siswa SMA Muh 5 ikut nongkrong dengan anak2 Muhi dan kemudian ikut aktivitas mubeng dibawah bendera OESTAD... jika Bolot berbuat apa2 pasti yang akan kena tetap SMA Muhi sebagai sekolah yang diafiliasikan dengan Oestad.
Pihak sekolah yang diafiliasikan seharusnya bisa langsung memberi sanksi administratif apabila terjadi sesuatu.. namun karena wong njobo ini tidak bersekolah disitu maka mencari siapa yang bertanggungjawab akan menjadi masalah tersendiri...
Wong Njobo ini juga sering menjadi sumber masalah karena seringkali “tidak nyambung” dengan anak- anak geng asli sehingga seringkali menimbulkan perselisihan dan rasan- rasan...
Faktor terakhir yang membuat klitih menjadi “kelihatan” lebih brutal adalah ketidakpahaman media dan masyarakat dengan esensi klitih itu sendiri.. media terlalu gegabah mengkategorikan setiap tindak kriminal dengan istilah klitih sehingga terjadi pergeseran makna dan nilai
Padahal pengklasifikasian klitih ini cukup penting karena nantinya akan berhubungan dengan pasal yang dikenakan apabila apes ketangkap polisi.. dahulu pelaku klitih biasanya hanya didakwa dengan pasal kenakalan remaja dan sering cuma suruh “nginep” semalem di polsek terdekat
Namun dengan berkembangnya zaman dan kenyataan yang ada sekarang tentu pihak kepolisian akan lebih tegas menindak pelaku klitih jaman sekarang.
Kesimpulannya adalah klitih saat ini telah mengalami perubahan dan pergeseran makna yang disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Pergeseran pelaku dari kelas menengah perkotaan ke kelas bawah sub- urban
2. Munculnya faktor ekonomi sebagai konsekuensi dari modifikasi kebutuhan pelaku klitih pada umumnya..
3. Fenomena masuknya Wong Njobo dalam suatu geng yang membawa pengaruh buruk dan mengkaburkan kelompok- kelompok klitih itu sendiri...
4. Ketidakpahaman media dan masyarakat sosial akan esensi dasar dari klitih itu sendiri sehingga terjadinya misinformasi yang berkembang di masyarakat..
Cukup sekian kuliah malam mengenai klitih dari saya.. monggo apabila ada yang mau menambahkan maupun beropini.. yang mau saling sapa antar alumni masa jaya boleh silahkan gunakan fasilitas reply.. selamat malam salam sejahtera untuk kita semua.. ASOE KABEHH!! (sumber twitter:WarganetBudiman)
Apa Itu Klitih?
Pengertian Klitih yang secara bahasa berarti “cari angin” secara istilah berarti tindakan mencegat seseorang atau kelompok tertentu dengan maksud penyampaian pesan politis yang jelas tanpa adanya kepentingan ekonomis
Tindakan- tindakan mencegat orang dijalan, mengambil seragam, meminta kartu pelajar, secara efektif menyampaikan pesan politik dari suatu pihak ke pihak lainnya... meskipun terkadang ada unsur ekonomi(ngompasi 5 ewu) namun faktor tersebut tdk pernah menjadi faktor dominan
Namun secara eksekutif perilaku klitih/ geng2an pelajar secara umum masih menjadi domain sekolah- sekolah yang dekat dengan pusat kota yogyakarta dimana budaya geng2an peninggalan jaman orde baru ini berasal pada awalnya.
Nama- Nama Genk Pelajar Jogja pada masa jayanya
Sejarah Klitih Jogja, Klaten dan kota lainnya
Kejayaan perklitihan bisa dikatakan mencapai puncaknya pada era awal munculnya facebook. Adanya medsos memungkinkan pertukaran pesan yang lebih intens sehingga potensi pergesekan semakin besar
Di awal tahun 2010an pulang sekolah menggunakan seragam sma tertentu menjadi ketakutan tersendiri bagi siswa2 sma jogja.. apalagi jika melewati daerah hotspot spt kridosono, bunderan UGM, jalan kusumanegara, dll
Di akhir 2000an hingga awal 2010an inilah gaya hidup geng2an mulai menyebar ke daerah2 Sub- Urban seperti Sewon, Banguntapan, Kalasan, Prambanan, Piyungan, dll (kecuali Depok yang sudah menjadi pemain lama di dunia ini sejak awal tahun 2000an)
Budiman Bakul Angkringan
Awal tahun 2010an ini juga ditandai dengan banyaknya event2 kompetisi antar SMA seperti DBL, PAF, dll yang memberikan ruang untuk gaya hidup geng2an ini semakin melambung tinggi
Akhir 2000an hingga awal dekade 2010an adalah era yang brutal bagi siswa SMP SMA jogja.. hampir setiap hari kita menemui anak sekolah mubeng2 mencari musuh, ngedrop sekolah lain hingga mencegat orang dijalan yang kemudian kembali mempopulerkan istilah klitih
Alhasil memuncaknya gaya hidup klitih/ gengster di kalangan siswa di Jogja ini harus ditandai dengan jatuhnya korban jiwa.
Meninggalnya alumni salahsatu SMA di Jogja yang menjadi korban klitih di daerah Kotabaru Yogyakarta menjadi titik balik yang membuat kepolisian dan dinas pendidikan tidak lagi menutup mata terhadap fenomena klitih di Yogyakarta
Berbagai kebijakan penanggulangan coba dilakukan oleh dinas pendidikan salahsatunya adalah dengan menyeragamkan badge sekolah menjadi “pelajar kota yogya” dan mengganti seragam khusus masing2 sekolah di hari Jumat menjadi seragam batik
Penyuluhan mulai diberikan ke sekolah2 di kota Jogja tentang bahaya geng2an.. tindakan keras dari skorsing hingga dikeluarkan dari sekolah banyak diberikan pada siswa2 yang terbukti terlibat dalam dunia geng2an..
Kejadian yang dimaksud menjadi puncak sekaligus titik balik dunia perklitihan pelajar kota Yogya
Meskipun berbagai kebijakan penanggulangan sudah diterapkan, kondisi “puncak” dunia perklitihan Jogja masih terus bertahan setidaknya hingga angkatan 2013.
Alasannya karena mereka adalah generasi terakhir kader langsung dari pelaku geng2an pra- kasus Theofilus (Angkatan 2011 kebawah) sehingga pengkaderan masih sangat kuat..
Setelah angkatan 2013 kebawah sistem pengkaderan SMA di kota Yogya semakin memudar.. ditambah lagi dengan “bubar/ mati surinya” nya geng pemain lama di Yogya seperti GANZA (bubar di angkatan 2012) dan GnB (di angkatan 2013) membuat rantai pengkaderan ini semakin lemah..
Sepinya lawan tanding di jalanan ditambah lagi dengan beberapa korban jiwa yang timbul pada tahun2 berikutnya yang membuat polisi dan pihak sekolah semakin keras membuat gaya hidup geng2an jalanan tidak lagi “worth it “ bagi siswa2 kota yogya sekarang..
Namun meskipun tren geng2an mulai memudar di kalangan siswa perkotaan, tren tersebut terlanjur diambil oleh sekolah sekolah sub urban yang masih mencari akses aktualisasi diri.
Perbedaan Klitih Dulu dan Sekarang
Sekolah- sekolah di Pleret, Piyungan, Prambanan, Cangkringan, mengambil alih gaya hidup yang sudah mulai ditinggalkan siswa perkotaan dan dimodifikasi dengan cara dan kebutuhan mereka sendiri.
Disinilah yang kemudian menimbulkan pergeseran nilai- nilai klitih itu sendiri.. kualitas SDM pelaku klitih terdahulu secara umum lebih dewasa dan lebih memiliki intelejensi sosial ketimbang pelaku klitih masa kini...
Gampangane ngene... bayangno mbiyen cah geng2an klitih ki cah Muhi, Muha seng saiki tumpakane Mobil anake wong sugih.. saiki cah klitih ki isine gondes2 pleret po Godean nek ra yo cah SMK.. wes mudeng to maksudku...
Secara kedudukan sosial maupun ekonomi pelaku klitih terdahulu yang didominasi kelas menengah perkotaan jauh lebih mapan ketimbang sekarang yang didominasi kaum low- end sub- urban.. sehingga potensi terjadinya perilaku yang diluar batas jauh lebih kecil
Mengapa potensinya lebih kecil? alasannya simple: They have too much to lose.. terlalu banyak yang dipertaruhkan.. anak2 dulu masih mikir tentang masa depan pendidikan mereka, nama baik orangtua, hingga resiko sosial yang dapat hilang apabila terlibat dalam perilaku klitih...
Jaman mbiyen wong meh mbacok mikir.. nek kecekel polisi ditokke sekolah raiso kuliah raiso kerjo.. wedi diseneni wong tuo.. bedo karo cah jaman saiki yang pada dasarnya mereka memang tidak memiliki apa2 pada mulanya...
Ditambah lagi dengan banyaknya pelaku klitih sekarang yang berasal dari ekonomi menengah kebawah sehingga kepentingan ekonomi menjadi salahsatu faktor yang menggiurkan.. lumayan to klitih bali iso nggowo duit 200ewunan soko duit rampasan..
Maka tidak heran apabila sekarang kerugian ekonomi yang disebabkan perilaku klitih jauh lebih besar ketimbang dahulu.. perampasan hape maupun kendaraan adalah sesuatu yang hampir mustahil dilakukan pelaku klitih dahulu
Fenomena lain yang cukup unik dan menjadi salahsatu penyebab klitih semakin brutal adalah banyaknya orang- orang luar (wong njobo) yang bukan siswa sekolah tertentu namun ikut2an nongkrong dan menjadi bagian dari sebuah geng sekolah tersebut...
Wong njobo biasanya diajak nongkrong oleh salahsatu anggota dari geng sekolah tersebut untuk nongkrong bersama teman2nya satu geng sekolah.. yang berbahaya adalah apabila orang ini ikut serta melakukan tindakan klitih dibawah nama geng tersebut..
Bayangkan saja apabila ada si Bolot siswa SMA Muh 5 ikut nongkrong dengan anak2 Muhi dan kemudian ikut aktivitas mubeng dibawah bendera OESTAD... jika Bolot berbuat apa2 pasti yang akan kena tetap SMA Muhi sebagai sekolah yang diafiliasikan dengan Oestad.
Pihak sekolah yang diafiliasikan seharusnya bisa langsung memberi sanksi administratif apabila terjadi sesuatu.. namun karena wong njobo ini tidak bersekolah disitu maka mencari siapa yang bertanggungjawab akan menjadi masalah tersendiri...
Wong Njobo ini juga sering menjadi sumber masalah karena seringkali “tidak nyambung” dengan anak- anak geng asli sehingga seringkali menimbulkan perselisihan dan rasan- rasan...
Faktor terakhir yang membuat klitih menjadi “kelihatan” lebih brutal adalah ketidakpahaman media dan masyarakat dengan esensi klitih itu sendiri.. media terlalu gegabah mengkategorikan setiap tindak kriminal dengan istilah klitih sehingga terjadi pergeseran makna dan nilai
Padahal pengklasifikasian klitih ini cukup penting karena nantinya akan berhubungan dengan pasal yang dikenakan apabila apes ketangkap polisi.. dahulu pelaku klitih biasanya hanya didakwa dengan pasal kenakalan remaja dan sering cuma suruh “nginep” semalem di polsek terdekat
Namun dengan berkembangnya zaman dan kenyataan yang ada sekarang tentu pihak kepolisian akan lebih tegas menindak pelaku klitih jaman sekarang.
aksi ini akibat maraknya klitih jogja, sayegan, klaten, magelang |
Kesimpulan adanya Fenomena Klitih
Kesimpulannya adalah klitih saat ini telah mengalami perubahan dan pergeseran makna yang disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Pergeseran pelaku dari kelas menengah perkotaan ke kelas bawah sub- urban
2. Munculnya faktor ekonomi sebagai konsekuensi dari modifikasi kebutuhan pelaku klitih pada umumnya..
3. Fenomena masuknya Wong Njobo dalam suatu geng yang membawa pengaruh buruk dan mengkaburkan kelompok- kelompok klitih itu sendiri...
4. Ketidakpahaman media dan masyarakat sosial akan esensi dasar dari klitih itu sendiri sehingga terjadinya misinformasi yang berkembang di masyarakat..
Cukup sekian kuliah malam mengenai klitih dari saya.. monggo apabila ada yang mau menambahkan maupun beropini.. yang mau saling sapa antar alumni masa jaya boleh silahkan gunakan fasilitas reply.. selamat malam salam sejahtera untuk kita semua.. ASOE KABEHH!! (sumber twitter:WarganetBudiman)